Kabupaten
Pinrang digadang-gadang akan menjadi salah satu pusat produksi rumput laut nasional setelah
dibangunnya perusahaan nasional pengolah rumput laut PT. Biota Ganggang Laut di
dusun Bela-Belawa, desa Polewali, kecamatan Suppa dengan kapasitas produksi
80.000 ton per tahun. Menyambut kesempatan emas tersebut, pemerintah harus
bersiap menaikkan produksi dan menjamin keberlanjutan stok. Lantas siapkah
pemerintah daerah? Bagaimana pemerintah menyiapkan lahan budidaya yang sesuai?
Sulawesi
Selatan merupakan salah satu provinis yang menjadi sentra produksi rumput laut
dengan kabupaten penghasil rumput laut tertinggi adalah kabupaten Takalar dan
Jeneponto. Meski tidak menjadi salah satu kabupaten dengan produksi rumput laut
tertinggi, namun Kabupaten Pinrang harus mulai berbenah dan memanfaatkan potensi
sumberdaya pesisir yang dimiliki. Panjang pantai 93 km harus mulai dimanfaatkan
secara optimal salah satunya dengan budidaya rumput laut.
Produksi
rumput laut di kabupaten Pinrang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan
data Badan Pusat Stasitik, produksi rumput laut jenis Euchema cottonii kabupaten Pinrang sebesar 3.582,30 ton (BPS, 2015)
dimana 96,88% produksi berasal dari kecamatan Suppa yaitu sebesar 3470,70 ton dan
sisanya dari kabupaten Lembang dan Duampanua. Kecamatan Suppa merupakan
kecamatan yang berbatasan dengan Kota Pare-Pare dan termasuk dalam kecamatan
pesisir yang memiliki potensi untuk dikembangkan.
Masyarakat
kecamatan Suppa kini perlahan mulai beralih ke budidaya rumput laut, hal ini
terlihat dengan bertambahnya luasan areal rumput laut saat memasuki kecamatan
tersebut mulai dari pesisir Karaballo sampai Ujung Lero. Usaha budidaya ini
diperkirakan akan terus meningkat terlebih dengan berhasilnya pemerintah
kabupaten Pinrang meyakinkan investor China untuk membangun perusahaan pengolah
rumput laut jenis berkapasitas prouksi yang besar. Adanya jaminan bahwa
perusahaan tersebut akan membeli rumput laut masyarakat suppa dan menyamakan
harga sesuai dengan harga rumput laut dunia membuat usaha budidaya rumput laut
menjadi sangat menggiurkan dikalangan masyarakat.
Budidaya
rumput laut merupakan salah satu usaha yang mudah untuk dilakukan dan
membutuhkan modal yang relatif tidak terlalu tinggi. Dengan modal 10-15 jt
sudah bisa memulai usaha tersebut, ketersediaan bibit yang memadai dan tidak
membutuhkan keterampilan dan teknologi yang rumit juga menjadikan usaha ini
bisa dilakukan oleh siapa saja. Salah satu keunggulan budidaya rumput laut ini
adalah termasuk usaha padat karya yaitu mampu menyerap tenaga kerja yang banya,
seperti anggota kelurga atau membayar anak muda atau ibu-ibu untuk mengikat
rumput laut pada tali. Selain itu usaha budidaya rumput laut tidak mengahsilkan
limbah yang dapat merusak lingkungan.
Syarat Keseuaian Lahan
Pembangunan
pabrik PT. Biota Ganggang Laut kini dalam tahap penyelesaian bahkan sudah mulai
melakukan rekruitmen calon pegawai terhadap 350 masyarakat sekitar pabrik. Pemerintah
pun mulai melakukan upaya-upaya yang bisa mendorong seperti pengembangan kebun
bibit rumput laut di sepanjang pesisir kabupaten pinrang mulai dari kecamatan
Lembang hingga kecamatan Suppa.
Hal
yang mendasar yang paling penitng yang harus diperhatikan oleh pemerintah
adalah menentukan lahan budidaya yang sesuai dan tidak berpotensi menimbulkan
konflik. Karena meski termasuk dalam kategori usaha yang relatif mudah
dilakukan namun lahan budidaya rumput laut juga memiliki kriteria-kriteria
khusus untuk menjamin kesukesan budidaya. Penetuan-penentuan lahan yang sesuai
ini merujuk kepada analisis-analisis kesesuaian lahan berasas ekologi, sosial
dan ekonomi.
Dari
segi ekologi sosial dan ekonomi, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan
untuk menentukan lahan yang sesuai. Pertama,
lokasi merupakan lokasi yang terlindung dari tiupan angin dan ombak yang
terlalu keras. Hal ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan karena adanya
ombak yang terlalu besar akan mengganggu pertumbuhan rumput laut, selain itu
hal ini akan berpengaruh terhadap musim tanam. Kecamatan suppa meski berbatasan
langsung dengan Selat Makassar namun sebgain besar wilayahnya masuk dalam
kategori terlindung karena masuk dalam kawasan Teluk Parepare.
Kedua, bebas dari aliran bahan pencemar. Bahan
pencemar yang dimaksud disini adalah bahan pencemar dari industri termasuk
limbah domestik rumah tangga yang bisa mengganggu fungsi ekologis perairan.
Sepanjang pesisir kecamatan Suppa digunakan untuk areal tambak tradisional,
pelabuhan dan kegiatan penangkapan. Belum terdapat adanya gangguan bahan
pencemar yang berarti dari industri, meski perlu menjadi perhatian adanya
limbah dari PLTD Suppa yang disekitarnya juga terdapat areal budidaya rumput
laut.
Ketiga, faktor biofisik dan kimiawi perairan
seperti suhu, salinitas, pH, kecerahan perairan, kesuburan perairan dan kondisi
dasar perairan. Faktor tersebut merupakan salah satu faktor kunci yang harus
diperhatikan dan dipetakan dengan baik oleh pemerintah. Ketidak sesuaian salah
satu faktor tersebut membuat hasil rumput laut menjadi tidak optimal, sebagai
contoh salinitas. Jika suatu areal lahan memiliki salinitas yang rendah (bisa
diakibatkan karena tingginya suplai air tawar) maka akan mempengaruhi mutu dari
hasil panen berupa rendahnya kadar karagenan. Sehingga harus benar-benar
diperhatikan bahwa beda wilayah beda kondisinya, hal ini berkaitan dengan
bentangan alam dan faktor oseanografinya.
Keempat, lokasi areal budidaya tidak termasuk
dalam wilayah jalur lalu lintas laut dan tidak termasuk dalam wilayah sengketa
dengan usaha lain. Kecamatan Suppa sendiri merupakan salah satu wilayah yang
memiliki jalur pelayaran dari dan dalam luar kecamatan, termasuk aktivitas lalu
lintas nelayan penangkapan ikan. Sehingga untuk mencegah konflik, lokasi
budidaya harus dikaji dengan baik.
Kelima, mudah dijangkau dan tersedia banyak
tenaga kerja. Aksesibiltas areal budidaya juga mejadi syarat penting hal ini
berkaitan dengan kemudahan dalam proses budidaya termasuk pemanenan sampai
pemasaran. Kecamatan Suppa merupakan wilayah yang masuk dalam kategori dataran
rendah dan dekat dengan pusat perkotaan seperti Parepare. Dan sebagai usaha
padat karya, budidaya rumput laut melibatkan banyak tenaga kerja termasuk
anggota keluarga pembudiday itu sendiri.
Dokumen zonasi tidak
siap
Mengacu
pada RTRW kabupaten Pinrang 2011-2031, rencana tata ruang hanya sampai alokasi
tambak sedangkan untuk lahan rumput laut sendiri belum siap, sedangkan zonasi
kawasan budidaya rumput laut sangat penting masuk dalam rencana zonasi. Kajian
mengenai zonasi lahan rumput laut sendiri belum tertuang dalam output Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Pemerintah daerah bisa
berdalih bahwa kewajiban dokumen RZWP3K merupakan tugas pemerintah provinsi
seperti yang diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang penataan ruang. Namun seperti
provinsi lainnya, provinsi Sulwaesi Selatan pun masih belum memiliki dokumen RZWP3K.
Padahal
RZWP3K ini bisa diperoleh peta yang berisi informasi mengenai lokasi budidaya
rumput laut yang potensial dan yang terintegrasi dengan pengguna pesisir
lainnya sehingga lebih minim konflik. Informasi lokasi potensial tersebut bisa
menjadi acuan bagi pembudidaya untuk mengekspansi lahan budidaya atau menarik
pembudidaya baru untuk memanfaatkan lahan yang ada sehingga bisa meningkatkan
produksi dan mejamin ketersediaan stok. Selain itu dengan adanya informasi
tersebut, budidaya berbasis daya dukung bisa dicapai sehingga tidak mengganggu
fungsi ekologis perairan akibat banyaknya pembudidaya yang tidak sesuai.
Comments
Post a Comment